Selasa, 05 Februari 2013

Boiling points

Aku lupa judul tepatnya acara di MTV yang menayangkan bagaimana mengetes kesabaran seseorang. Berbagai cara dan tindakan dilakukan agar orang-orang yang di dalamnya meluapkan kemarahan mereka sehingga tidak berhasil mendapatkan uang yang seharusnya didapatkan apabila mereka mampu menahan emosi mereka. Aku selalu membayangkan bila aku menjadi salah satu pesertanya aku pasti tidak akan dapat memenangkan uang tersebut dalam tantangan apapun. Aku bukanlah sosok orang yang sabar yang mampu menahan segala emosi atau bahkan kenyinyiran yang selalu meluncur lurus seiring dengan kecacatan yang ada di sekelilingku. Aku memang seseorang yang meledak-ledak dan hampir setiap teman dekatku bahwa aku mudah nggondok. Aku sadari itu namun aku juga belajar untuk menjadi orang yang lebih baik.

Seiring berjalannya waktu aku menemukan sahabat dan orang-orang yang sangat menginspirasiku dalam hal kesabaran dan mereka hampir tidak pernah marah. Bersyukur sekali dapat belajar untuk menjadi lebih baik dengan orang-orang yang ada di sekitar. Aku merasa aku lebih baik dan lebih dapat mengontrol segala emosi sekarang. Sabar, hampir setiap hari jika melaksanakan janji dengan teman-temanku mereka semua ngaret, namun aku berusaha untuk tetap tenang dan dapat memahami kesibukan mereka masing-masing. Aku selalu berusaha mengingat setiap tata cara orang yang menginspirasiku tersebut agar tidak dapat mudah marah atau meluap-luap. 

Seperti siang ini aku merasa melangkah lebih maju lagi dalam kesabaran. Di tengah panasnya Surabaya dan antrian pembayaran SPP yang sangat mengelus dada, aku belajar untuk tetap sabar dan tenang menghadapi setiap alasan yang petugas teller berikan. Tiga puluh menit mungkin memang singkat dibandingkan dengan penantian atas segala apapun. Namun dengan segala cobaan mulai dari panasnya Surabaya hingga petugas teller yang tak mampu berbuat apa-apa aku merasa aku telah lulus dalam tahap penantian kepastian membayar SPP di salah satu Bank yang panasnya hampir melebihi suhu gurun sahara. Penantian tersebut pada akhirnya sia-sia karena sistem yang dijalankan Bank tersebut yang eror. Sehingga pada akhirnya kabar kekecewaan tersebut datang melalui satpam yang menjaganya, dan apa boleh buat kekesalanku akhirnya tertuju pada teller yang tak tahu apa-apa tersebut dengan meremat lumat kertas stroke untuk membayar tepat di depan matanya. LEGA, mungkin itu yang ku rasa karena sudah hampir satu jam aku menunggu kepastian dari teller yang tak tahu apa-apa tersebut.

Satu pelajaran dan (ujian tentang panas) lagi yang dapat ku terima. Walau pada akhirnya sangat brutal, namun aku merasa tetap lega dapat bertahan lebih dari tiga puluh menit untuk bersabar dan tenang menunggu sebuah kepastian. Mungkin selanjutnya akan ada ujian kesabaran lagi agar aku bertahan dalam hitungan menit, jam, atau bahkan hari. Tapi, hei hei yang benar saja karena selama ini aku telah bertahan bersabar menunggumu selama lebih dari tiga tahun. Tapi tak apa bila penantianku ini untukmu tidak terhitung dalam ujian kesabaranku berikutnya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar