Selasa, 03 April 2018

Jurnal Pribadi 2018

Halo semuanya, untuk tahun ini saya sangat beruntung bisa terpilih menjadi 40 pemuda/pemudi yang mengabdi untuk negeri. Banyak sekali hal dan cerita yang ingin saya bagi. Blog ini akan sunyi untuk sementara waktu. Cerita dan kisah saya akan saya update melalu blog Indonesia Mengajar. Berikut salah satu link nya

https://indonesiamengajar.org/cerita-pm/aditya-putra-6/tali-sepatu-isbar

Mohon doanya dan simak terus cerita dan kisah menarik dari Aceh Singkil tempat saya mengabdi selama setahun ke depan. Semoga saya selalu bisa hadir utuh dan sadar penuh. Untuk terus mengajar dan belajar tumbuh terus, lampaui batas diri.

Minggu, 31 Desember 2017

2017: Tentang Lampaui Batas

Dari beberapa hari yang lalu sesungguhnya ingin menulis namun masih terganjal sinyal dan berbagai kesibukan di penempatan. Akhirnya malah dapat moment pas saat penghujung tahun. What a year! Tahun ini salah satu turning point ku untuk keluar dari zona nyaman. Keluar dari pekerjaan, keluar dari kota pahlawan, tapi tak pernah keluar dari dia dan bayangannya. 

Kemudian saat ini aku ada di ujung barat negeri, untuk mengabdi, menjadi guru bagi anak-anak yang merajut mimpi. Katakanlah ini bukan perkara gengsi, bukan tentang patah hati, bukan tentang pamer postingan terkini. Lebih kepada penemuan jati diri. Bahkan aku dan Ravi bisa memprediksi bahwa memang tahun ini tahun kami. (Alhamdulillah Ravi juga akan bekerja di ibukota)

Lantas aku terdampar disini. Aku menjadi lebih banyak berdiam diri. Ingin lebih belajar mendengarkan lagi dan lagi. Pun aku juga harus siap menghadapi segala konsekuensi. Aku ingin terus belajar dan tumbuh untuk melampaui batas diri. Ingin bertemu banyak orang dengan cerita dan inspirasi masing-masing.

2018 aku masih di Aceh Singkil, aku akan belajar banyak untuk menjadi guru yang baik. Guru yang digugu dan ditiru. Tidak hanya sekedar menjadi penggerutu, tapi langsung terjun berkontribusi untuk bangsaku. Semoga Ayah dan Ibu beserta keluarga sehat selalu. Semoga aku bisa senantiasa menguatkan pundak dengan segala beban yang membatu.

Minggu, 22 Oktober 2017

Hari Ini

Purwakarta,  22 Oktober 2017

Kali ini maaf aku tidak memberitahumu aku kemana
Hari ini maaf aku tidak memberimu kado apa-apa
Malam ini aku pun galau untuk mem WA

Setaun lalu aku merasa sangat bahagia
Setaun lalu aku meluncur ke Ibukota
Setaun lalu kita ke monas dan kota tua bersama

Masa depan siapa yang tahu?
Tahun depan apakah kita akan bertemu?

Tapi kamu tau rasa ini padamu,
Selamat ulang tahun kamu

Selasa, 17 Oktober 2017

Endorse Anti Boros

Purwakarta, 17 okt 2017

Mumpung masih bisa pegang hape, semoga tulisan kali ini bisa merepresentasikan bagaimana banyaknya orang-orang baik di sekeliling saya membantu saya mempersiapkan semuanya. Mungkin saya harus memulai dari teman kantor, seminggu sebelum berangkat rasanya hampir setiap hari saya mendapatkan bingkisan. Yang pertama ialaha dari manager document, beliau saya segani karena kerapiannya, kedisiplinannya, dan sikapnya yang luwes untuk membaca kondisi karyawannya. Pagi itu tanpa ba bi bu, si ibu langsung ngasih kresek putih eager yang isinya travel towel. Betapa terharunya saya pada pagi itu. Satu pesan dari beliau yang akan selalu saya ingat ialah,  "karena kebaikan itu menular, kalau kamu baik sama orang ya kamu akan dapat yang baik-baik". Besok sorenya ketika nyuci gelas di pantry, sang madam manager sales menghampiri saya dengan gaya tegasnya seperti biasa. Bungkusan "Zara" segera beralih tangan ke saya. Pun hari itu juga, saya mendapat syal dari dua adik baru saya di kantor, syal lucu dengan boneka di ujungnya. Kamis malam sengaja saya pulang lebih cepat untuk menghindari kejutan-kejutan lainnya. Tapi besok paginya, saya mendapat sendal gunung dan dry bag dari mereka berdua yang dekat dengan saya. Di hari itu juga, saya mendapat "kerdus istimewa" dari rekan sales support kesayangan saya. Coba bayangkan saya dengan motor mio membawa dua dus besar yang berisi kasih sayang dari orang-orang terdekat di kantor saya.

Bagian kedua ialah dari teman-teman karib terbaik saya.  Sahabat sejati terbunci saya, jauh-jauh mengarungi panasnya Surabaya untuk membawakan sembilan item pelawan rasa suntuk saya. Tapi yang paling saya kenang ialah, clipper (penjepit kertas). Kebaoa clipper?  Kurang lebih kata-katanya seperti ini. "karena clipper itu satu, tapi bisa merekatkan banyak hal. Seperti kamu angga, anaknya satu tapi bisa merekatkan banyak pertemanan". Getir bukan?
Teman yang mengajari tennis saya pun memberikan topi. Tak berhenti disitu, teman-teman saya di Jakarta, juga membahagiakan saya. Dimulai dengan yang berkepala besar, memberikan saya Jaket plus pisau lipat, plus headlamp. Teman saya yang kerja di garuda memberikan saya kaos kaki hangat. Teman saya yang dulu dari kebraon pindah ke madura, memberikan saya slayer dan teman saya yang akan menikah tahun depab memberikan saya luggage tag. Oh ternyata juga ada teman saya yang absennya bersebelahan pagi-pagi menyusuri jalanan kosnya untuk memberi saya notebook dan headlamp. Oh iya, teman saya yang di bsd meminjamkan saya sleeping bagnya.
Fyuuuuh~~~
Saya senaaaaaang, banggaaaaa,  haruuuu. Taoi itu semualah yang membuat saya menjadi tangguh dan yakin untuk menjalani hari-hari saya ke depannya. Belom lagi doa dan harapan dari yang lain.  Saya merasa bahwa dunia saya sudah terbelah dua, antara fokus untuk program dan selalu keep in touch dengan sahabat tersayang. Tapi saya harus kuat, saya harus mampu menjaga amanah dari mereka beserta barang, doa, harapan, dan traktiran yang mereka bagikan.
I will not take those gift for grated, as I will not take this program for granted.

Kamis, 05 Oktober 2017

Seratus Purnama di Surabaya



Surabaya sewindu yang lalu, tak pernah terbersit bahwa aku akan begitu lama disisimu.
Aku yang dulu hanya bermimpi untuk “kuliah saja”, nyatanya malah terjebak hingga seratus purnama
Tinggal menunggu beberapa hari saja, akhirnya hari itu tiba
Aku akan memulai petualanganku yang baru

Wahai Kau sang Kota Pahlawan,
Terimakasih atas segala kisah yang terkenang
Aku bisa senang, aku kehilangan, aku menemukan banyak teman, dan tak terhitung gandrung berbagai macam makanan dan jajanan

Surabaya dengan segala cakcukmu
Kau begitu luar biasa untuk aku yang dari kalangan biasa
Hingar bingarmu menghiburku disaat hampa
Panas menyengatmu begitu terasa menyaingi emosiku yang membara

Tapi itu semua akan ku jadikan pelajaran berharga, dan kau Surabaya
Ialah Kota Kenangan yang tak ku lupa

Jumat, 11 Agustus 2017

Review Film "Banda The Dark Forgotten Trail"

Postingan kali ini agak faedah sedikit (semoga postingan-postingan selanjutnya juga sama).  Jadi hari ini aku nonton film Banda The Dark Forgotten Trail.  Perlu dua hari untuk membulatkan tekad nonton film ini. Pertama gak ada temen yang mau diajak, kemudian waktu cek di web cgv juga tiap pemutaran film ini sepi mulu. Akhirnya nekad lah aku nonton film ini hari ini. Dan benar juga, setelah di depan kasir aku orang pertama yang membeli tiket. Sampai tanya ke mbak nya kalo misal cuma aku apakah masih tetap diputar?  Mbaknya bilang iya. Akhirnya aku masuk teater, dan ternyata sudah ada satu orang duduk pas disebelahku. Sebelum film dimulai pun ternyata banyak juga yang masuk. Sekitar dua puluhan orang sepertinya.
Well, aku sebelumnya sudah membaca beberapa literatur tentang film ini. Genre nya dokumenter, Reza Rahardyan bertindak sebagai narator (awalnya agak snewen karena tiap film ada si mas ini) Dan aku sudah antusias dengan film ini sejak dua menit pertama dimulai. Bagaimana dibuka dengan narasi yang menyebut pala sebagai komoditi yang menyebabkan ekspedisi dunia. Untuk orang sepertiku yang suka sejarah tentu sangat bahagia mendengar kembali perjanjian saragoza, alfonso de alberqueque, dan beberapa nama penjelajah dunia yang rasanya ingin kembali ku buka RPUL. Visualisasinya terlihat sederhana dan mudah dicerna.
Dibagian awal film memang masih menggambarkan bagaimana pala bisa menjadi komoditi yang diperebutkan oleh bangsa-bangsa barat.  Pun hingga Belanda mau menukarkan New Amsterdam (Manhattan)  dengan Pulau Roem di kepulauan Banda. Dilanjut dengan bagian bagaimana Banda menjadi tempat pengasingan bagi para perumus kemerdekaan.  Mulai dari Bung Hatta hingga Syahrir. Karena letaknya yang kecil dan jauh dari kota besar, inilah alasan Banda menjadi tempat pembuangan para pejuang kemerdekaan. Di bagian terakhir film juga ada narasi tentang bagaimana isu SARA 1999 yang terjadi di Maluku juga menyulut bara api pertentangan di Banda. Padahal Banda merupakan miniatur kecil nusantara karena berbagai macam orang, suku, dan ras tinggal disana. Alasannya karena mereka ialah orang buangan, bekas budak pala, ataupun para pedagang yang mencari keuntungan dengan menjual belikan pala.
Melihat film ini saya merasa melihat acara-acara discovery channel ataupun nat geo. Tapi dalam bahasa indonesia (suara Aryo Bayu menjadi narator untuk teks B. Inggris namun tidak ditemui/mungkin untuk festival internasional). Dari film ini saya belajar lagi tentang sejarah.  Karena sejarah itu penting, untuk belajar tentang asal usul kita, tentang kehidupan kita di masa sekarang dan juga belajar untuk bekal di masa depan agar sejarah yang kelam tidak kembali terulang. Semoga ke depan lebih banyak lagi film Indonesia yang non-java sentris. Karena Indonesia terbentang luas dan cukup jengah juga melihat pemberitaan yang selalu berputat tentang ibukota dan sekitarnya. Overall saya beri 8 untuk film ini.  :)

Minggu, 16 Juli 2017

To Those Kind Of Quarter Life Crisis

Hai,  saya 26 tahun per kemarin.  Di usia yang labil ini saya hanya ingin lebih subtle, chill, tapi tetap punya semangat besar untuk menggapai mimpi-mimpi yang tertunda.  Ya, saya masih merasa harus bisa berdamai dengan gejolak yang banyak orang bilang sebagai "quarter life crisis". Entah itu soal karir, asmara, ataupun sebagai manusia seutuhnya as a human being kalo bahasa inggrisnya.

Well, saya masih struggle untuk mencari dan menggali apa yang sebenarnya ingin saya kerjakan. Karena memang untuk pekerjaan yang sekarang saya masih merass kurang optimal. Asal kerja saja, datang tepat waktu, meminimalisir kesalahan, dan mencari jalan untuk setiap permasalahan. Tapi itu saja tidak cukup bagi saya, saya merasa kurang stand out, malas-malasan berhadapan dengan overseas agent,  menutup diri dengan rekan kantor, dan menjadi follower ataupun mbebek saja dalam segala kegiatan(which is that's not me).

Percintaan, masih saja mbuletisasi dengan orang yang sama.  Lebaran tahun ini yang harusnya bisa memperkuat silaturahmi, menjadi antiklimaks ketika dia dengan bangga beritahukan pada dunia bahwa dia kini miliknya.  Melihat senyum lebarnya bersama orang lain, justru menciutkan setiap nyali dan melenyapkan memori kan dirinya. (ok let me stop it for this part)

Life?  Emmm sama seperti dua hal diatas,  saya masih juggling in between that kind of inner peace in myself. Saya mewarnai rambut saya mulai dari blonde, abu-abu, pink, baby blue, hijau ulat daun. For what?  Nothing. Hanya ingin dan coba-coba saja. Hasilnya? Yup, saya jadi center of attention tiap kali jalan ke TP, atau mengantar ibu ke pasar tanpa helm. Does it make me proud?  Ya bisa dikatakan iya, bisa dikatakan tidak. Tapi intinya mewarnai rambut macam-macam itu malah bikin rambut tidak sehat (seperti sekarang ini rambut saya menjadi beruban dan kulit kepala cepat kering sehingga menimbulkan banyak ketombe)

So what's next?  Saya akan tetap menjadi saya. Maaf sekali untuk para sahabat yang akhir-akhir ini saya hindari. Karena saya memang sedang mencari ketenangan diri.  Berdamai pada hati. Oh iya, nomer WA saya juga ganti.  Bukan berarti saya akan berubah, tapi semoga ini menjadi bentuk metamorfosis untuk menghadapi what so called a quarter life crisis. Saya sudah me-list kegiatan-kegiatan apa saja yang akan sala lalui.  Seperti mengambil les perancis (√), beli buku atau novel bagus sebulan dua kali (√), menabung untuk umroh ibu (√), yang masih jadi PR ialah, menjaga bentuk badan (ngecilin perut), buka reksadana guna s2 (masih nyari-nyari agen terpercaya), mengurangi hidup hura-hura hompimpa (masih suka gak bisa nahan godaan)

So this is me as 26 year of my age yeaah! Hidup akan terasa berat, kadang bosenin, kadang gak adil. But we fail, we lose, we get up, we learn, learn, learn and learn. Let the time answering when we will be rise and shine.