Senin, 21 April 2014

Mengabdi dengan Hati

Jalan minggu ketiga di kantor pemerintahan ini. Hampir putus asa dan sempat ingin pindah.
Bukan karena kerjanya, atau lingkungannya yang rata-rata sudah berkeluarga. Namun hanya masalah cita-cita dan idealisme pribadi serta warna hijau di rumput tetangga. Ya.. atau mungkin alasan ingin segera membalas budi orangtua. Pada intinya memang saya tidak pernah berfikir untuk berkarir disini. Terlalu muda bagi saya untuk pakem pada aturan disini. Masih banyak tempat di luar sana yang saya hinggapi.

Namun semua terasa perlu direnungkan kembali, Ketika kegagalan itu hadir kembali. Ketika harapan untuk mendapat pengalaman bekerja di ibukota denga gaya parlente dan gaji gedhe. Gagal pada tahap psikotest, lagi dan lagi. Setelah saya hitung mungkin ini yang keempat berturut-turut saya selalu gagal di tahap ini. Please don't make me down! Tapi mungkin otak saya ada yang salah, sehingga saya selalu gagal di tahap ini. Nothing to lose memang awalnya demikian, namun harapan yang sirna dan berkeping-keping tentu akan menyesakkan hati. Bayangan membahagiakan orangtua dengan mentransfer beberapa ribu rupiah pun sirna. Khayalan berjalan lantang di jalanan ibukota juga lenyap. Mungkin belum saatnya, atau malah bukan jalan saya.

Oleh karenanya sangat saya renungkan kembali untuk duduk dan hadir di kantor ini. Meredam sejenak segala ambisi. Saya mungkin termakan omongan saya sendiri bahwa disini saya ingin belajar mengabdi. Belum ada satu bulan, dan terima slip gaji tapi malah sudah kepikiran hengkang dari sini. Bismillah semoga saya sadar diri dan lebih bersyukur lagi. Bismillah... saya hanya ingin melayani dengan hati.

Yang jelas disini memang sudah cocok dengan ilmu saya. Dengan segala kemampuan yang telah diasah dan lebih "dihargai" bukan menuntut untuk disanjung-sanjungkan namun disini yang jelas lebih dimanusiakan. Alhamdulilah..

Senin, 14 April 2014

Senin Hening

Memasuki minggu ketiga saya bergabung sebagai staf di kantor pemerintahan ini. Rasanya ada yang menghambat ada juga yang ingin dicapai. Entah karena apa sepertinya berasa di persimpangan jalan. Masih bingung menentukan sikap harus menjalani ini seperti apa. Sekilas tentang kinerja saya disini, pekerjaan yang ada tidak terlalu berat, bahkan terbilang santai. Hanya rumpik saja untuk mengontrol Rumah Bahasa dan para tutornya. Selebihnya so far so good, tapi kadang bahkan sering ngantuk adanya. Bapak dan Ibuk disini sudah layaknya Ayah dan Ibuk saya bahkan seperti Om dan Tante saya. Rada gak nyambung dengan perbincangan urusan rumah tangga mereka atau persoalan yang saya sendiri tidak berani ikut campur. Kemudian saya juga masih menahan diri untuk beradaptasi lebih jauh.

Saya masih jaim, berucap hanya seperlunya saja. Menyapa mereka yang memang saya kenal saja. Saya tidak mau terlalu ramah atau terlalu sok dekat dengan mereka yang ada disini. Satu yang penting, saya terkesan takut dan menahan diri untuk jatuh hati pada kantor ini. Tapi saya yang salah. Keputusan bergabung dengan kantor ini hanya karena persoalan sialan di kantor lama yang hanya dengan orang-orang itu saja. Namun saya sudah tidak betah dan mau tak mau memang harus segera meninggalkan tempat yang dulu. Tapi yang membuat ragu justru ketika saya sudah bergabung disini, banyak tawaran dan penggambaran bahwa saya bisa lama kerja disini atau bahkan menjadi pekerja tetap. Tapi... saya merasa feel saya masih belum disini. Sebenarnya berapa bulan normalnya seseorang bisa beradaptasi dengan lingkungan kerjanya? Rasanay disini saya lempeng-lempeng saja. Tak ada hasrat lebih untuk mencapai karir yang mapan di kantor ini. Masih ada cita-cita lain yang ingin saya rengkuh dan saya disini malah terbilang angkuh.

Bersyukur adalah PR besar bagi saya untuk menghadapi semua ini. Saya terlalu menggerutu ingin ini itu tanpa pertimbangan bagaimana rasa syukur itu harusnya tumbuh. Tuhan selalu ada dan selalu mendengar umatnya. Maka maaf jika saya rempong minta ini itu. Tapi sungguh saya mungkin masih dalam masa transisi antara iya dan tidak untuk melanjutkan semua ini. Saya percaya pada doa Ibu yang selalu menyelimuti dan kerja keras Ayah yang selama ini menaungi. Bismillah, semuanya akan baik-baik saja. Saya hanya manusia biasa.

Jumat, 04 April 2014

MosaiKOREA

Acara MosaiKOREA diselenggarakan pada hari Rabu tanggal 2 April 2014 di Balai Budaya kompleks Balai Pemuda Surabaya. Lumayan bisa menghadiri acara yang bertajuk konser yang memadukan musik teradisional dan musik jazz dari para musisi handal Korea, pun dengan kolaborasi beberapa musisi dari Indonesia. Acara lumayan meriah dan tribun penonton pun bisa dikatakan penuh. Mungkin sebagian besar para hadirin khususnya K-Popers ingin mendengarkan musik-musik yang lebih terkesan "muda". Namun yang disajikan justru penampilan musik tradisional dari Korea. Namun yang cerdas adalah mereka memadukannya dengan musik Jazz sehingga lebih easy listening.

Well, rada miris juga aslinya pas kepikiran kenapa musik keroncong ataupun musik tradisional Indonesia lainnya tidak seberapa dihargai disini. Justru anak muda lebih cenderung menyukai musik tradisional dari negara lain. Katakanlah Korea, namun pembahasan ini terlalu klise memang. Dan saya rasa butuh kerja kerasa dari semuanya. Mungkin dengan adanya penampilan budaya dari luar negeri juga mampu memupuk rasa nasionalisme yang ada di diri mereka sendiri. Bukan berarti mereka berusaha melupkan atau meninggalkan budaya asli mereka. Mungkin pemuda Indonesia sedang pada tahap belajar dari budaya lain untuk mengembangkan budaya yang ada di negeri sendiri.

Rabu, 02 April 2014

Semoga Bukan April Mop

Terhitung sejak 1 April 2014 saya bergabung dengan Pemerintah Kota Surabaya sebagai outsourcing bagian kerjasama. Mungkin lebih spesifik dalam bagian kerjasama Luar Negeri dan untuk tugas utama saya difokuskan pada manejemen di Rumah Bahasa yang baru saja dibuka. Lumayan baru, meskipun kurang lebih pekerjaan yang lain saya sudah pernah mengalami di kantor lama saya. Saya cukup bangga dengan pekerjaan baru saya ini. Saya memang tidak berharap banyak (karena sejak awal tahun ini saya kehilangan passion saya). Saya rela tidak ikut ujian awal Paragon Cosmetik dan BTN. Saya juga rela melewati wawancara BII dan BNI. Apakah ini gegara pekerjaan ini? Mungkin.

Bila ditilik lagi, yang membuat saya bangga ialah karena saya hanya butuh waktu seminggu untuk mendapat pekerjaan. Ini diluar ekspektasi saya, tapi kembali lagi sejak awal tahun ini saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa. Mungkin juga tekanan di tempat kerja lama membuat keinginan saya untuk hengkang lebih terasa. Bukan berarti saya tidak suka di tempat yang lama, namun kondisi di desk saya sungguh tidak sehat dengan adminnya yang tidak bisa diajak bekerjasama dengan akal yang rasional. (cukup! itu masa lalu)

Di tempat baru saya bertemu dengan orang baru. Beruntung ada sosok satu teman kenalan yang mampu membimbing saya masuk area dan ranah kerja disini. Seperti tenaga-tenaga PNS lainnya kalau boleh saya bilang mereka disini ya begitulah. Tidak punya hasrat dan ambisi yang terlalu besar. Mungkin selain cita-cita yang mereka punyai sendiri, yang saya tangkap dari mereka ialah mereka bekerja untuk negeri yang mereka anggap mengabdi. Sisi pengabdian dan kepolosan melihat kedepan inilah yang ingin saya pelajari dan dapatkan secara lebih.

Entah kenapa memang saya lebih passionless. Bukan berarti saya lelah dan menyerah untuk melangkah. Namun melihat realita kehidupan yang nyata saja saya sudah jengah. Saya hanya ingin melalui hidup ini dengan damai. Lupakan terlebih dahulu akan ambisi. Saya memang masih dalam proses mencari. Mencari apa yang memang menjadi kunci dari saya pribadi. Saya hanya ingin mengabdi dan balas budi. Mengabdi untuk negeri yang tengah goyah oleh para yang berambisi dan korupsi. Berbalas budi pada ayah dan ibuk yang kasih sayangnya tak berujung hingga nafas berhenti.