"di balik pria yang hebat terdapat perempuan yang lebih hebat"
Kalimat tersebut sering terucap untuk menggambarkan sosok wanita yang kuat di balik kesuksesan sang pria hebat. Pada tulisan kali ini diangkat kisah tentang Mantan Presiden RI ke-3 yaitu Bapak BJ Habibi dengan istrinya Ibu Ainun Habibi (Alm). Penulis telah mengenal sosok Pak Habibi sebagai sang pembuat pesawat terbang. Menjadi anak bangsa yang mampu mengharumkan nama negara tercinta di mata dunia. Ternyata di balik kesuksesan tersebut beliau memiliki istri yang tegar, sabar, dan penyayang seperti Ibu Ainun. Penulis sangat ingin menyampaikan bagaimana apresiasi penulis terhadap cinta kasih Pak Habibi kepada Ibu Ainun begitu pula sebaliknya. Memang penulis menyimpulkan hal tersebut setelah menonton film dengan judul yang sama. Meski ada beberapa bagian yang kurang maksimal menurut penulis. Namun, sungguh cerita yang menyentuh dan patut ditauladani bagaimana cara kita untuk belajar mencintai dengan cara yang murni, sejati, dan abadi. Hal tersebut ternyata bermuara dari satu hal, yaitu frekuensi antar hati.
Sungguh besar rasa cinta Bapak (Habibi) terhadap Ibu Ainun sehingga beliau bertekad untuk menciptakan "Truk terbang" untuk Ibu. Janji tersebut beliau tepati dengan hadirnya pesawat gatotkoco N 2150. Bangsa ini mungkin menyaksikan hal tersebut sebagai tonggak sejarah bagaimana anak bangsa mampu menciptakan pesawat udara secara mandiri untuk pertama kali. Namun, penulis juga melihat bahwa pesawat tersebut bisa terbang jauh ke angkasa tidak lain karena tekad bapak untuk memenuhi janji terhadap ibu untuk membuatkan "truk terbang" yang mampu mengarungi luasnya langit Ibu Pertiwi. Bukan hanya Pak Habibi, Kasih sayang Ibu Ainun dpaat tercermin disaat menemani Bapak yang telah menakhkodai bangsa yang pernah morat-marit saat tersebut. Dan yang paling mengharukan ialah bagaimana Ibu masih setia dan telaten menuliskan jadwal minu obat untuk Bapak padahal ibu sendiri telah terdiaknosa sakit Kanker Ovarium stadium 3 dan harus segera terbang ke Munchen, Jerman.
Sunnguh laur biasa, dan sekali lagi penulis dapat mengetahui bagaimana besarnya rasa cinta mampu mengalahkan gelora, duka, dan nestapa. Sungguh ketulusan Pak Habibi dan Bu Ainun sangat layak menjadi contoh bagaimana cara mencintai pasangan kita dengan semestinya. Berikut penulis mengutip penggalan puisi Pak Habibi untuk Ibu Ainun.
"Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku ...."
B.J. Habibie
(sumber: www.inilah.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar