Entah aku yang membutuhkannya atau memang unsur ketidak sengajaan semata. Setiap kali aku berada di ujung kelulusan ataupun untuk menutup lembaran baru kehidupan enuju lembaran kehidupan yang lain aku menemukan buku-buku yang sangat menyemangatiku disaat-saat penghabisan ini. Buku-buku yang menceritakan tentang pengalaman nyata seorang pejuang sejati untuk meraih mimpi. Aku menjadi sangat termotivasi dan lebih bersiap diri untuk menghadapi apa yang akan menjadi misteri di esok hari. Aku memang bukanlah tipe seseorang yang gemar membaca buku dan sering untuk membelinya. Namun dilain kesempatan aku selalu mencoba untuk tetap membaca buku walaupun hanya dengan status meminjam pada teman. Buku yang ku maksud ialah Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang kubaca saat menjelang UAS SMA. Dan baru-baru ini aku membaca 9 Summers 10 Atutumns karya Iwan Setyawan. 2 Buku tersebut telah membawaku jauh kedalam dunia yang dipenuhi oleh orang-orang yang bekerja keras dan tak pernah takut untuk mewujudkan cita-cita mereka. Terimakasih terhadap setiap pihak yang telah meng"ada"kan buku-buku tersebut. Karena untuk ku ataupun anak lain di negeri ini sangat membutuhkan cerita nyata dari seorang pelaku yang tidak hanya tergambar maya namun memang benar-benar ada dan hadir di dunia.
Pertama ialah buku Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Aku membaca buku ini karena memang menjadi salah satu bagian dari novel epik Tetralogi Laskar Pelangi. Bukan berarti aku tidak suka dengan ketiga buku yang lain, namun aku merasa pada saat itu aku membaca buku pada saat yang benar-benar aku butuhkan untuk motivasi. Sang Pemimpi bercerita bagaimana Ikal yang tengah beranjak dewasa dan menempuh bangku SMA serta bagaimana perjuangan hidupnya untuk tetap bisa membiayai sekolah bahkan samapi berkelana ke dunia yang lain samudera. Aku tak ingin mereview banyak tentang buku ini, namun aku akan menyampaikan bagaimana setelah aku membaca buku tersebut aku memiliki keberanian untuk terus mengarungi samudera kehidupan. Pada saat itu aku dalam masa-masa terjahanam yang dialami oleh setiap siswa SMA di seluruh Indonesia. Kejamnya hawa UAS dan juga kompetisi untuk dapat masuk jalur PMDK di Universitas-Universitas terkemuka. Lewat buku ini aku merasa bahwa Impossible means I'm Possible. Aku menjadi lebih membuka mata bahwasanya kemiskinan bukan alasan untuk tidak mendapatkan pendidikan. Sehingga dari sinilah aku mulai berani merangkai segala mimpi, hasrat, dan keinginan untuk mempunyai cita-cita yang tinggi. Aku tak perduli apa kata temanku yang mengingatkan jangan berlebihan saat bermimpi, karena jika gagal dapat mencederai perasaan dan hati sampai setengah mati. Aku tak perduli, aku tetap berpegang pada buku Sang Pemimpi dan aku mulai dapat tersenyum setelah diterima di satu-satunya PMDK yang ku ikuti. Nilai spesial lain ialah aku juga lulus melengkapi teman-temanku lain yang juga berprestasi.
Setelah buku Sang Pemimpi aku membaca buku lain yang bercerita tentang motivasi. Salah satunya ialah Negeri Lima Menara karya A. Fuadi. Aku menjadi menguak kembali penyesalan kenapa dulu aku tidak dipondokkan saja seperti Alif, sehingga tidak hanya pintar ilmu dunia saja namun juga dapat membimbing ke jalan yang lebih mudah untuk ke kehidupan selanjutnya. Namun mungkin karena latar yang berbeda namun hal tersebut menjadi salah satu keinginanku aku merasa buku ini juga memberikan banyak pelajaran tentang hidup tentang perantauan, persahabatan serta perpondokkan.
Hari ini aku baru menyelesaikan buku dengan tema yang serupa, tentang motivasi, pengejaran sebuah mimpi, dan sebuah pengabdian untuk family. 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan. Buku ini menjadi oase di tengah kegersanganku bergulat dengan skripsi. Menjadi lilin kecil untuk kembali mengingatkanku akan setiap anagn dan ambisi. Menjadi buah manis untuk kemasaman rasa rinduku pada Ayah dan Ibuk nun jauh disana. Namun dalam buku ini aku merasa bercermin pada diriku sendiri. Setiap kata yang ku eja dan setiap lembaran buku yang ku sibak membawaku jauh ke dalam setiap nostalgiku. Aku merasa ada di buku itu. Tokoh utama yang ada di buku tersebut ialah aku. Apalagi dalam hal kesengsaraan, keprihatinan, keuletan (mungkin juga prestasi walau tak sebanding) itu semua adalah ceritaku. Hanya saja Iwan sudah ke The Big Apple, aku belum (dan segera menyusul). Sungguh tiada kata lain untuk buku ini kecuali "Itu aku bangeet!". Anak seorang sopir, iya. Punya rumah yang kecil dihuni dengan banyak saudara, iya. Prestasi dari SD yang patut dibanggakan, (insyaAllah) iya. Aku seolah tinggal menunggu bahwa aku juga akan mengalami kesuksesan seperti sang penulis. Sungguh justru ada yang beda saat aku membaca buku ini karena aku tahu benar kemana setiap alur cerita akan bermuara. Bagaimana dengan segala kepahitan dan jerit payah yang akan mereka kunyah.
Sekali lagi terimakasih yang tiada terkira untuk penulis-penulis hebat diatas. Terimakasih untuk membuktikan bahwa kita tidak hanya saja berpasrah pada keadaan. Terimakasih untuk segala cerita sedih yang aku juga mengalami. Terimakasih! Ingin rasanya aku bertemu langsung dengan sang penulis (apalagi Iwan, karena bang A.Fuadi sudah pernah) untuk menceritakan kisah kami yang hampir mirip. Dan aku merasa aku juga akan bisa seperti mereka. Semoga, semoga dan semoga. Aku ingin tetap fokus atas semua tujuan ini. Aku segere membahagiakan dan membanggakan keluarga layaknya mereka juga, Sang Penggugah. Thank YOU!
Pertama ialah buku Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Aku membaca buku ini karena memang menjadi salah satu bagian dari novel epik Tetralogi Laskar Pelangi. Bukan berarti aku tidak suka dengan ketiga buku yang lain, namun aku merasa pada saat itu aku membaca buku pada saat yang benar-benar aku butuhkan untuk motivasi. Sang Pemimpi bercerita bagaimana Ikal yang tengah beranjak dewasa dan menempuh bangku SMA serta bagaimana perjuangan hidupnya untuk tetap bisa membiayai sekolah bahkan samapi berkelana ke dunia yang lain samudera. Aku tak ingin mereview banyak tentang buku ini, namun aku akan menyampaikan bagaimana setelah aku membaca buku tersebut aku memiliki keberanian untuk terus mengarungi samudera kehidupan. Pada saat itu aku dalam masa-masa terjahanam yang dialami oleh setiap siswa SMA di seluruh Indonesia. Kejamnya hawa UAS dan juga kompetisi untuk dapat masuk jalur PMDK di Universitas-Universitas terkemuka. Lewat buku ini aku merasa bahwa Impossible means I'm Possible. Aku menjadi lebih membuka mata bahwasanya kemiskinan bukan alasan untuk tidak mendapatkan pendidikan. Sehingga dari sinilah aku mulai berani merangkai segala mimpi, hasrat, dan keinginan untuk mempunyai cita-cita yang tinggi. Aku tak perduli apa kata temanku yang mengingatkan jangan berlebihan saat bermimpi, karena jika gagal dapat mencederai perasaan dan hati sampai setengah mati. Aku tak perduli, aku tetap berpegang pada buku Sang Pemimpi dan aku mulai dapat tersenyum setelah diterima di satu-satunya PMDK yang ku ikuti. Nilai spesial lain ialah aku juga lulus melengkapi teman-temanku lain yang juga berprestasi.
Setelah buku Sang Pemimpi aku membaca buku lain yang bercerita tentang motivasi. Salah satunya ialah Negeri Lima Menara karya A. Fuadi. Aku menjadi menguak kembali penyesalan kenapa dulu aku tidak dipondokkan saja seperti Alif, sehingga tidak hanya pintar ilmu dunia saja namun juga dapat membimbing ke jalan yang lebih mudah untuk ke kehidupan selanjutnya. Namun mungkin karena latar yang berbeda namun hal tersebut menjadi salah satu keinginanku aku merasa buku ini juga memberikan banyak pelajaran tentang hidup tentang perantauan, persahabatan serta perpondokkan.
Hari ini aku baru menyelesaikan buku dengan tema yang serupa, tentang motivasi, pengejaran sebuah mimpi, dan sebuah pengabdian untuk family. 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan. Buku ini menjadi oase di tengah kegersanganku bergulat dengan skripsi. Menjadi lilin kecil untuk kembali mengingatkanku akan setiap anagn dan ambisi. Menjadi buah manis untuk kemasaman rasa rinduku pada Ayah dan Ibuk nun jauh disana. Namun dalam buku ini aku merasa bercermin pada diriku sendiri. Setiap kata yang ku eja dan setiap lembaran buku yang ku sibak membawaku jauh ke dalam setiap nostalgiku. Aku merasa ada di buku itu. Tokoh utama yang ada di buku tersebut ialah aku. Apalagi dalam hal kesengsaraan, keprihatinan, keuletan (mungkin juga prestasi walau tak sebanding) itu semua adalah ceritaku. Hanya saja Iwan sudah ke The Big Apple, aku belum (dan segera menyusul). Sungguh tiada kata lain untuk buku ini kecuali "Itu aku bangeet!". Anak seorang sopir, iya. Punya rumah yang kecil dihuni dengan banyak saudara, iya. Prestasi dari SD yang patut dibanggakan, (insyaAllah) iya. Aku seolah tinggal menunggu bahwa aku juga akan mengalami kesuksesan seperti sang penulis. Sungguh justru ada yang beda saat aku membaca buku ini karena aku tahu benar kemana setiap alur cerita akan bermuara. Bagaimana dengan segala kepahitan dan jerit payah yang akan mereka kunyah.
Sekali lagi terimakasih yang tiada terkira untuk penulis-penulis hebat diatas. Terimakasih untuk membuktikan bahwa kita tidak hanya saja berpasrah pada keadaan. Terimakasih untuk segala cerita sedih yang aku juga mengalami. Terimakasih! Ingin rasanya aku bertemu langsung dengan sang penulis (apalagi Iwan, karena bang A.Fuadi sudah pernah) untuk menceritakan kisah kami yang hampir mirip. Dan aku merasa aku juga akan bisa seperti mereka. Semoga, semoga dan semoga. Aku ingin tetap fokus atas semua tujuan ini. Aku segere membahagiakan dan membanggakan keluarga layaknya mereka juga, Sang Penggugah. Thank YOU!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar