Rabu, 20 Agustus 2014

Enam Sembilan Indonesia Merdeka

Jadi memang ada niat khusus mengapa pada judul bab ini saya menuliskan angka enam sembilan dengan huruf bukan angka. Agar terkesan lebih sopan daripada dituliskan 69 (if you know what I means). 6 dan 9 menjadi simbol angka yang katanya kalo enam dibalik jadi sembilan, begitu juga sebaliknya. Sehingga banyak undian atau lotre yang menggunakan tanda garis bawah pada angka enam agar tidak tertukar dengan angka sembilan. Nah disini saya cerita sedikit bagaimana pengalaman tujuh belasan agustus saya tahun ini dan kenapa saya memilih simbol enam sembilan.

Jadi ceritanya tujuh belasan saya tahun ini, saya tidak ikut upacara bendera, pun tidak melihat pemuda-pemudi paskibraka di media, dan tidak pula berlomba makan kerupuk atau panjat pinang dengan hadiah utama sepeda. Tujuh belas agustus tahun ini saya sedang menemani delegasi Dong Eui University Korea yang sedang ada study banding di Surabaya. Pada hari minggu 17 Agustus 2014, agendanya ialah mengunjungi Surabaya International School. Jadi disana ceritanya ada perayaan sendiri dari seluruh warga Korea yang ada di Surabaya. Mereka berasal dari berbagai macam usia. Ada yang sekeluarga bawa asisten rumah tangganya pula. Ada nuna-nuna Korea yang pamer paha, ada pula oppa-oppa yang mahir bermain basket dan bermain bola. Nah, suasana yang sangat kontras, saya merasa terasing di sana. Benar-benar baru pertama kali merasa bahwa saya "terjajah" di negeri sendiri. Ternyata meskipun saya masih di Surabaya ternyata ada perasaan tersesat, tak ada kawan, terasing, dan menjadi yang paling hitam diantara segerombolan yang putih. Saya merasa menjadi pusat perhatian tiap geser tempat duduk. Menjadi alien ketika harus bercakap-cakap dengan orang yang merasa bukan bahasa ibunya. Miris dan rasanya teriris. Sungguh tidak pernah membayangkan bagaimana sakitnya menjadi asing di negeri sendiri. (Pun memang ini karena tempatnya di International School)

Jadi saya artikan bahwa ini pengalaman pahit sekaligus pembelajaran bagi saya. Bagaimana kalau dengan cara ini ternyata malah menimbulkan rasa kangen akan celotehan anak kecil, pisuhan bujang bujang, dan nyinyiran ibu-ibu di gang belakang. 69 saya artikan sebagai simbol jungkir balik. Jungkir balik untuk tetap bekerja keras. Kerja, kerja, kerja! Dan semakin kesini saya semakin sibuk (sombong dikit). Saya merasa lingkungan kerja yang sekarang memang menuntut saya untuk produktif. Apalagi Bos Abah, yang sepertinya mendidik saya untuk tidak terjebak ke dalam sistem atau lingkungan yang glembosi. Amin lah, saya juga ingin terus berkarya dan berlatih agar skilfull. Saya yakin bahwa semuanya sudah ada yang mengatur. Pun dengan ikhlas, imbalan yang diraih dalam pekerjaan bukan tebalnya isi kantong. Tapi bidadari cantik di surga layaknya yang dikatakan para pengebom. So, I'm very grateful for all of the events that happen to me. And I still believe that maybe one day, I will be in the right time, place, and also position.

Cheers!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar