Like my usual post in this blog, I always share what I feel and what I going through about life. For this time I dedicate this writing for my beloved new friends from Dong Eui University. They are 27 students plus 2 lecturers who came to Surabaya for their Global Service program. As the officer of Surabaya City Government in the Cooperation Division so I have to accompanied them. To travel in Surabaya and also taking care them during their program. It was two week ago. And I never expect to fall too deep with this "short relationship". Because I already became LO for several time. So I think it's gonna be the same and easier for me to handle about everything. And actually I only meet them on weekend. So I truly never imagine that It was so hard to say goodbye with them. Yes I know I'm a melancholy person. Yes, I also understand that I always too easy to impressed by somebody. What I learn from them are they are hard worker, focus, intense, and all out to doing something. So it actually good opportunity for me also to meet them in this life.
The title of this page is similar with the original soundtrack of famous movie in Korea, King and Clown. I never knew it before. But after the performance of Dong Eui delegation at the farewell party and they also did the hand language, it was so blew me away. And now that song always repeated on my phone. Seems that I can't move on. Yes I still can't move on. One more thing, after I know the meaning of this song it's actually the same with my relation to Dong Eui University delegation. So here is the lyrics;
yaksok heyo i sungan i dajinago
dashi bogeh dwenoon kunal
modoon gol boligu kudeh gyoteh soso
namoon gilil gali lango
inyon ilago hajo gobuhal suga obcho
ne sangeh icholom aloom daun nal
toh dashi ool su isool kayo
godal poon salmeh kileh dangshinoon sonmulin gol
i salangi nogsulji anhdolog nul daka bichulkeyo
chwihan doo man nameun jalbatchiman
bijang yolo jali hejo
maji motandeto huhohaji ancho
yongwonhan gon obsunika
munyong ilago hajo kobuhal sugah obcho
ne sengeh ilcholom alumda unal
to dashi ool su isulkayo
hagopun mal man jiman dashinun ashil tejo
mon gil dola man nagedwenun nal
dashin notji malayo
i sengeh motan salang
i sengeh motan inyon
mon gil dola dashi mananun nal
nalul notji malayo
~~~~~~~Translation~~~~~~
Promise me that when this moment’s over and we meet again
That we can put everything in the past and stand by each other
This is what we call fate, it’s something we can’t deny
Will I ever experience another day as glorious as today?
You’re a gift upon this exhausting path of life
I’ll continuously wash and shine our love so it won’t rust away
Our meeting was short like a drunken affair, but it was real
Even though this cannot last, I won’t resent it because nothing is foever
This is what we call fate, it’s something we can’t deny
Will I ever experience another day as glorious as today?
There’s so much i want to say, but you probably already know
When we meet again some time in the future
Please don’t let go again
The love we couldn’t have in this life
The fate we couldn’t live in this life
When we meet again some time in the future
Please don’t let go of me
~~~~~~
So once again I just wanna say that this is the FATE that take me in the short relationship with new friends from Dong Eui University. This also remind me of My other friends also said that joining the exchange program or scholarship program is like the sweet dream. Sweet as we together during all of the program. But after the program is over, we have to face reality and then back to normal life. Just like we wake up and then the life must go on. So, my friends in Dong Eui University I hope that we could meet again one day. In this life or another life. But I am very fortune to meet you and having fun during all of the time that we spent together. Saranghae Dong Eui Dae. Anyeong~~
Kamis, 28 Agustus 2014
Rabu, 20 Agustus 2014
Enam Sembilan Indonesia Merdeka
Jadi memang ada niat khusus mengapa pada judul bab ini saya menuliskan angka enam sembilan dengan huruf bukan angka. Agar terkesan lebih sopan daripada dituliskan 69 (if you know what I means). 6 dan 9 menjadi simbol angka yang katanya kalo enam dibalik jadi sembilan, begitu juga sebaliknya. Sehingga banyak undian atau lotre yang menggunakan tanda garis bawah pada angka enam agar tidak tertukar dengan angka sembilan. Nah disini saya cerita sedikit bagaimana pengalaman tujuh belasan agustus saya tahun ini dan kenapa saya memilih simbol enam sembilan.
Jadi ceritanya tujuh belasan saya tahun ini, saya tidak ikut upacara bendera, pun tidak melihat pemuda-pemudi paskibraka di media, dan tidak pula berlomba makan kerupuk atau panjat pinang dengan hadiah utama sepeda. Tujuh belas agustus tahun ini saya sedang menemani delegasi Dong Eui University Korea yang sedang ada study banding di Surabaya. Pada hari minggu 17 Agustus 2014, agendanya ialah mengunjungi Surabaya International School. Jadi disana ceritanya ada perayaan sendiri dari seluruh warga Korea yang ada di Surabaya. Mereka berasal dari berbagai macam usia. Ada yang sekeluarga bawa asisten rumah tangganya pula. Ada nuna-nuna Korea yang pamer paha, ada pula oppa-oppa yang mahir bermain basket dan bermain bola. Nah, suasana yang sangat kontras, saya merasa terasing di sana. Benar-benar baru pertama kali merasa bahwa saya "terjajah" di negeri sendiri. Ternyata meskipun saya masih di Surabaya ternyata ada perasaan tersesat, tak ada kawan, terasing, dan menjadi yang paling hitam diantara segerombolan yang putih. Saya merasa menjadi pusat perhatian tiap geser tempat duduk. Menjadi alien ketika harus bercakap-cakap dengan orang yang merasa bukan bahasa ibunya. Miris dan rasanya teriris. Sungguh tidak pernah membayangkan bagaimana sakitnya menjadi asing di negeri sendiri. (Pun memang ini karena tempatnya di International School)
Jadi saya artikan bahwa ini pengalaman pahit sekaligus pembelajaran bagi saya. Bagaimana kalau dengan cara ini ternyata malah menimbulkan rasa kangen akan celotehan anak kecil, pisuhan bujang bujang, dan nyinyiran ibu-ibu di gang belakang. 69 saya artikan sebagai simbol jungkir balik. Jungkir balik untuk tetap bekerja keras. Kerja, kerja, kerja! Dan semakin kesini saya semakin sibuk (sombong dikit). Saya merasa lingkungan kerja yang sekarang memang menuntut saya untuk produktif. Apalagi Bos Abah, yang sepertinya mendidik saya untuk tidak terjebak ke dalam sistem atau lingkungan yang glembosi. Amin lah, saya juga ingin terus berkarya dan berlatih agar skilfull. Saya yakin bahwa semuanya sudah ada yang mengatur. Pun dengan ikhlas, imbalan yang diraih dalam pekerjaan bukan tebalnya isi kantong. Tapi bidadari cantik di surga layaknya yang dikatakan para pengebom. So, I'm very grateful for all of the events that happen to me. And I still believe that maybe one day, I will be in the right time, place, and also position.
Cheers!
Jadi ceritanya tujuh belasan saya tahun ini, saya tidak ikut upacara bendera, pun tidak melihat pemuda-pemudi paskibraka di media, dan tidak pula berlomba makan kerupuk atau panjat pinang dengan hadiah utama sepeda. Tujuh belas agustus tahun ini saya sedang menemani delegasi Dong Eui University Korea yang sedang ada study banding di Surabaya. Pada hari minggu 17 Agustus 2014, agendanya ialah mengunjungi Surabaya International School. Jadi disana ceritanya ada perayaan sendiri dari seluruh warga Korea yang ada di Surabaya. Mereka berasal dari berbagai macam usia. Ada yang sekeluarga bawa asisten rumah tangganya pula. Ada nuna-nuna Korea yang pamer paha, ada pula oppa-oppa yang mahir bermain basket dan bermain bola. Nah, suasana yang sangat kontras, saya merasa terasing di sana. Benar-benar baru pertama kali merasa bahwa saya "terjajah" di negeri sendiri. Ternyata meskipun saya masih di Surabaya ternyata ada perasaan tersesat, tak ada kawan, terasing, dan menjadi yang paling hitam diantara segerombolan yang putih. Saya merasa menjadi pusat perhatian tiap geser tempat duduk. Menjadi alien ketika harus bercakap-cakap dengan orang yang merasa bukan bahasa ibunya. Miris dan rasanya teriris. Sungguh tidak pernah membayangkan bagaimana sakitnya menjadi asing di negeri sendiri. (Pun memang ini karena tempatnya di International School)
Jadi saya artikan bahwa ini pengalaman pahit sekaligus pembelajaran bagi saya. Bagaimana kalau dengan cara ini ternyata malah menimbulkan rasa kangen akan celotehan anak kecil, pisuhan bujang bujang, dan nyinyiran ibu-ibu di gang belakang. 69 saya artikan sebagai simbol jungkir balik. Jungkir balik untuk tetap bekerja keras. Kerja, kerja, kerja! Dan semakin kesini saya semakin sibuk (sombong dikit). Saya merasa lingkungan kerja yang sekarang memang menuntut saya untuk produktif. Apalagi Bos Abah, yang sepertinya mendidik saya untuk tidak terjebak ke dalam sistem atau lingkungan yang glembosi. Amin lah, saya juga ingin terus berkarya dan berlatih agar skilfull. Saya yakin bahwa semuanya sudah ada yang mengatur. Pun dengan ikhlas, imbalan yang diraih dalam pekerjaan bukan tebalnya isi kantong. Tapi bidadari cantik di surga layaknya yang dikatakan para pengebom. So, I'm very grateful for all of the events that happen to me. And I still believe that maybe one day, I will be in the right time, place, and also position.
Cheers!
Senin, 04 Agustus 2014
Yang Udik Yang Mudik
Sebelumnya saya ucapkan Minal Aidin Wal Faizin pada semua pembaca.
Masih menyambut suasana Idul Fitri, postingan ini hadir untuk lagi-lagi
bercerita tentang pengalaman pribadi saya dan dari sudut saya. Tanpa
bermaksud untuk menyudutkan atau meremehkan pihak lain (Merasa terlalu
provokatif dengan judul).
Jadi tahun ini saya mudik. Ke
Rembang tentunya. Ini merupakan kedua kali saya merasakan menjadi salah
seorang pemudik, dalam hal bukan sebagai mahasiswa. Jadi dalam
pandangan saya, mudik itu harus ada membawa sesuatu untuk orang yang
dirumah. Kalau mahasiswa kan statusnya pulang kampung dan belum bisa
membawa apa-apa. Lumayan bangga juga sih, karena tahun kedua mampu
memberikan sedikit kepada orangtua, adik, keponakan dan handai tolan.
Bahkan lebih kerasa lagi mudiknya dengan memakai motor dan menempuh tiga
jam perjalanan plus printilan yang harus dibawa. Mudik yang "udik"
banget memang. Dengan membonceng Ibu, mengarungi jalanan Pantura dengan
segenap buah tangan yang tak layak aslinya bila diabaikan. Sehingga
mudik tahun ini memang lebih kerasa karena akhirnya saya sama seperti
pemudik khususnya yang beroda dua yang membawa barang berbusa-busa dan
menempuh jarak yang melunglaikan raga.
Yang unik
menurut saya, pun dijaman kemajuan teknologi informasi sekarang ini
ritual mudik masih dan bahkan harus tetap dijalankan oleh setiap
perantauan. Kalau alasannya untuk menjalin silaturahmi, HP sudah cukup
mewakili dengan setiap layanannya. Namun yang mejadi khas dari mudik
ialah, menurut saya hal ini juga dilambangkan dengan kesuksesan. Sukses
karir dan dari segala jerih payah yang mampu dibanggakan di kam pung
halaman. Pun hal ini dimaksudkan positif bahwa dengan setahun bekerja
keras setidaknya pencapaian yang telah diraih laik untuk dikabarkan
kepada handai taulan di kampung. Pun menurut data statistik yang saya
baca bahwa setiap tahun jumlah pemudik semakin bertambah. Ya,
menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang terus bertambah, ya memang
arus pertumbuhan urbanisasi semakin membara, ya bahkan bisa dikatakan
kondisi ekonomi di Indonesia semakin memungkinkan masyarakatnya untuk
bisa kembali ke rumah dengan segenap rejeki yang diraihnya. Sehingga
semakin sedikit Bang Toyib yang tak pulang tiga kali puasa tiga kali
lebaran. Karena Bang Toyib bisa pulang setahun sekali.
Selain
mudik untuk menemui handai taulan, yang tidak kalah menarik ialah Reuni
di setiap perayaan idul fitri. Memang mungkin ini bukan satu-satunya
waktu yang bisa dijadikan alasan untuk berkumpul, namun memang kembali
lagi momen lebaran merupakan yang paling ramai untuk berkumpul sejumlah
kawan lawas. Bagi saya yang anaknya hiperaktif di segala bidang, idul
fitri yang libur tujuh hari rasanya masih kurang untuk menemui setiap
kawan. Hari pertama kedua saya manfaatkan untuk keluarga. Hari ketiga
untuk teman sekelas saat SMA, hari keempat kembali untuk keluarga yang
berkunjung ke rumah, hari kelima masih untuk teman SMA yang sisanya,
hari keenam untuk sahabat terdekat, bahkan sampai hari ketujuh masih ada
untuk teman-teman pramuka (disempetin karena bertemu mantan terindah).
Pun saya masih belum bisa mengunjungi atau bertemu dengan teman SMP atau
teman kos semasa SMA. Well, memang rasanya kurang terus. Saya sih
bangga dengan pencapaian saya menjadi anak yang punya banyak teman,
bersosialisasi disana-sini. Bahkan Ibu dan Ayah juga tak jarang geleng
kepala anaknya malah jarang di rumah. Namun sekali lagi ini memang momen
untuk kembali ke fitri, selain itu juga momen untuk memperkuat tali
silaturahmi. Saya tipikal orang yang menjunjung tinggi nilai silaturahmi
tersebut, namun pabila ada yang saya blacklist dari lingkaran kehidupan
saya ya berarti orang tersebut memang sudah keterlaluan, saya sih masih
berusaha menjadi manusia pemaaf. Ya mereka yang saya blacklist saya
maafkan. Tapi untuk kembali dekat dengan saya rasanya masih mikir-mikir
lagi.
Sekali lagi selamat hari raya, meskipun libur
sudah tiada mari kembali bekerja. Semangat untuk kesempatan-kesempatan
berikutnya. Demi mudik yang lebih terdidik.
Langganan:
Postingan (Atom)